Akhir akhir ini berdar berita tetang penggunaan masker terbalik di media sosial blackberry, facebook dan twitter, seiring dengan bencana letusan gunung kelud yang menyemburkan abu vulkanik ke sejumlah daerah di Jawa tegan dan DIY. Mengenai Penggunaan Masker terbalik setelah dianalisa ternyata iu sangat tida benar. Berikut Penjelasan Cara Pemakaian atau cara menggunakan Masker yang benar untuk melindungi dari Abu Vulkanik.
Perlu diketahui ada dua jenis masker, yaitu masker bedah dan masker pernafasan. Masker yang banyak beredar di masyarakat adalah masker bedah. Masker ini selalu digunakan oleh tenaga medis yang berada di ruang operasi untuk menutup mulut dan hidungnya. Tujuannya supaya mereka tidak menularkan bakteri dan virus kepada pasien yang sedang dioperasi.
Di dalam masker ini terdiri dari tiga lapisan:
1. Lapisan paling dalam yang berwarna putih. Ini adalah lapisan yang paling nyaman karena bersentuhan dengan kulit wajah kita.
2. Lapisan tengan adalah filter statis. lapisan ini terbuat dari bahan yang disebut spunbond non woven. Fungsinya adalah untuk menghalangi apabila air liur yang mengandung penyakit menyebar seperti batuk atau bersin.
3. Lapisan luar yang merupakan material khusus mencegah masuknya mikropartikel.
Dengan memperhatikan susunan ini, maka menggunakan masker secara terbalik justru tidak menguntungkan karena wajah kita akan bersentuhan dengan lapisan yang kasar sehingga ada kemungkinan terjadi iritasi. Selain itu, penggunaan secara terbalik juga tidak memiliki pengaruh secara signifikan.
Dalam situasi bencana turunnya abu vulkanik, penggunaan masker bedah sebenarnya tidak dianjurkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Alasannya, air, udara dan debu masih bisa masuk melalui pori-pori. Masker jenis ini harus diganti setiap 4 jam sekali, karena uap air dari pernapasan bisa membuat masker basah dan merusak pori-porinya. Meski demikian, penggunaan masker ini masih lebih baik daripada tidak sama sama sekali asalkan dipasang dengan rapat. Kawat ada bagian hidung dibengkokkan dan tidak ada celah pada pinggir-pinggir masker sehingga memungkinkan masuknya material abu vulkanik dari arah samping.
Masker yang cocok untuk mencegah masuknya abu vulkanik ke dalam pernafasan adalah N-95 atau N-100. Masker ini menggunakan bahan mirip stereofoam, tebal, memiliki sungkup yang bisa menyaring udara masuk hingga 95 persen. Masker ini juga dilengkapi kawat yang bisa ditekan di atas hidung, sehingga memperkecil celah udara. Masker jenis ini sifatnya sekali pakai, namun bisa digunakan lebih lama, sekitar 2 hingga 3 hari.
Sayangnya masyarakat tidak senang mengenakannya karena terasa pengap dan harganya 100 kali lebih mahal daripada masker bedah.
Satu buah masker N-95 dibandrol sekitar Rp.
200.000,- Masyarakat awam tentu tidak banyak yang mampu membelinya.
Lalu bandingkan dengan harga mobil mewah milik tersangka korupsi Tubagus
Wardana, adik Ratu Atut. Satu mobil mewahnya setara dengan 30 ribu
lembar masker N-95. Padahal jumlah mobil yang disita KPK telah mencapai
40 buah.
Arah lipatan masker bedah itu bukan tanpa
maksud. Pada posisi warna hijau di luar, arah lipatan adalah ke bawah
sehingga tidak membentuk kantong sebagai penampung debu.
Jika masker dibalik (bagian putih di luar)
dan bagian kawat berada di atas, maka arah lipatannya juga ikut
terbalik. Bagian kantong akan mengarah ke atas. Hal itu justru akan
menampung debu. Supaya tidak membentuk kantong, maka bagian kawat berada
di bawah. Itu artinya bagian hidung tidak menutup dengan rapat. Jadi
pembalikkan masker justru lebih banyak mudharatnya daripada manfaat.
Seorang teman, yang juga dokter,
menambahkan cara memakai masker standar adalah: labirin yang licin
berada sebagai filter di luar. Arah lipatan ke bawah. Jahitan tali
pengikat di sebelah dalam, tali yang keras di bawah. (Sumber: Purnawan Kristanto)
0 comments:
Post a Comment